Gratifikasi secara doktrinal-yuridis, sering diterjemahkan sebagai “SUAP dalam arti luas”
Gratifikasi adalah salah satu jenis tindak pidana korupsi (TIPIKOR) yang diatur dalam UU TIPIKOR, dan punya makna berbeda dengan jenis SUAP yang diatur dalam ketentuan Pasal 5, Pasal 6, Pasal 11, Pasal 12 huruf a s/d e, dan Pasal 13 UU TIPIKOR.
Aturan tentang Gratifikasi, diatur dan termaktub dalam ketentuan Pasal 12B & Pasal 12C UU TIPIKOR, in casu UU No.31 Tahun 1999 Jo UU No.20 Tahun 2001.
Subyek hukum/pelaku Gratifikasi adalah setiap orang yang berstatus sebagai Pegawai Negeri/ASN atau Penyelenggara Negara.
Pertanyaan dalam masyarakat umum, Apakah seseorang yang bukan PNS/ASN atau Penyelenggara Negara, dapat dijerat & dipidana sebagai pelaku Gratifikasi dengan Pasal 12B tersebut, ketika dia adalah seorang anak dari seorang penyelenggara/pejabat negara??
Jawabannya dari perspektif yuridis-normatif dan secara doktrinal, adalah Dapat dan Tidak.
DAPAT dijerat & dipidana, Apabila anak pejabat negara tersebut, MENERIMA pemberian sesuatu itu, memang dapat dibuktikan dengan minimal 2 alat bukti, bahwa pemberian tersebut DIBERIKAN atas nama dan/atau kepentingan si pemberi dengan orangtua atau saudara dari anak tersebut, yang berstatus sebagai penyelenggara/pejabat negara, seperti Bupati/Walikota/Gubernur atau pun Presiden.
Artinya disini jelas ada hubungan kasaulitas conflict of interest antara si pemberi dengan saudara/orangtua anak tersebut, baik pada masa lalu maupun untuk masa depan.
TIDAK DAPAT dijerat & dipidana, Apabila unsur-unsur sebagaimana dipaparkan di atas tidak terpenuhi. Artinya, pemberian sesuatu itu HANYALAH karena semata-mata murni hubungan pertemanan antara anak tersebut dengan si pemberi.
Demikian semoga kita tercerahkan.